"Bikin teh manis mbak eka, bang dris?" Tanya seorang porter dengan aksen lomboknya.
Pertanyaan tersebut seakan menjadi pertanyaan favorit Pak Doni, Ya Salah satu dari tiga porter yang mendampingi kami saat mendaki Gunung Rinjani di Lombok.
"aku mau pak aku mau" Teriak kami seakan kami adalah anak-anak dari darah dagingnya sendiri.
Pak Doni, Pak Nur, dan Mas Dan adalah tiga serangkai porter yang jasanya kami sewa dari basecamp senaru, basecamp tersebut bernama Nursa'at Senaru. Dari jauh-jauh hari kami berpesan kepada bapak Nursa'at sebagai pemilik basecamp senaru untuk menyewa jasa porter sebanyak 3 orang.
Sebelumnya kami sangat khawatir, bagaimana kah sosok porter yang akan mendampingi kami? apakah pendiam, pemalu dan hanya bertugas layaknya porter?
pak doni |
Kami sampai di homestay milik bapak Nursa'at di Senaru satu hari sebelum hari pendakian. Saat itu juga kami bertemu dengan dua orang porter yang akan menemani kami selama perjalanan, Pak Doni dan Pak Nur, sedangkan Mas Dan kami baru bertemu dengannya waktu hari H pendakian. Saat pertama kali bertemu, Pak Doni Menyapa kami dengan akrab seakan kami adalah sahabatnya yang sudah lama tidak bertemu.
Perawakan Pak Doni tegap, kulitnya gelap, dan keriput di wajahnya mengisyaratkan bahwa usianya sudah lebih dari 40 tahun.
Pak Nur dengan senyum yang khas, kemeja kotak-kotak dan pribadinya yang misterius karena tidak banyak bicara.
Mas Dan Usianya baru 16 Tahun tapi raut mukanya terlihat tak semuda usianya, kami berpikir ah mungkin ia adalah seorang pekerja keras..
Dengan beralaskan sandal jepit Pak doni, Mas Dan, juga Pak Nur dengan mudah dan lincahnya mendaki trek-trek yang menurut kami cukup sulit, ditambah lagi dengan beban bawaan yang mereka pikul di pundak. Keren sekaligus menyedihkan. Mereka seperti Robot-robot yang telah di setting supaya tak kenal lelah, tetapi mereka memiliki hati yang sangat besar. aku kagum, sangat kagum.
Saat itu di pos 3 sembalun, dalam taburan bintang dan angin yang menggigit daging, aku, team dan pak doni melingkar sambil menikmati secangkir teh dan kopi, sedangkan Pak Nur dan Mas Dan terlihat sedang sibuk memasak di belakang. Pak Doni mulai bercerita tentang asal muasal gunung rinjani yang dulu bernama gunung samalas, meletus lalu membentuk gunung baru bernama rinjani dan gunung sangkuriang. Lalu satu pertanyaan terlontar dari seseorang diantara kami.
"Pak Doni, memang hobi mendaki?" tanya temanku.
"engga, kita jadi porter bukan senang daki bang dris, tapi ya faktor ekonomi aja" Jawaban pa doni menusuk-nusuk relung hati terdalam ku.
Ya, Mereka bertiga adalah sekeluarga yang tidak suka mendaki, tapi keadaanlah yang memaksa mereka untuk menjamahi kegagahan gunung rinjani tiap minggunya. Faktor ekonomi menjadi alasan mengapa mereka harus menjadi porter. Kami mendaki untuk beristirahat sejenak dari pekerjaan yang memusingkan, sedangkan porter mendaki untuk bekerja mencari nafkah anak istri. Kami mendaki untuk mencari jati diri, porter mendaki untuk mencari sesuap nasi. Benar-benar Sangat Berbanding terbalik.
Cerita Pak Doni berlanjut di Plawangan Sembalun Saat itu ada satu kalimat pak doni yang membuat hati ku yang sudah luka, tambah ditabur garam,
"Kita nggak ada jaket untuk mendaki, boro-boro beli jaket, Kebeli beras aja sudah untung"
Pak doni mengisyaratkan, lebih baik kedinginan daripada anak istri kelaparan. Jleb, bagai dihunus pedang saat itu jiwaku menangis. Berpikir bahwa bodohlah aku yang kurang bersyukur dengan apa yang aku miliki.
Ketika banyak orang berlomba ingin mengganti gadget, ada orang lain membutuhkan hanya sebuah jaket gunung. Ketika banyak orang bangga meng-upload foto jalan-jalan bersama keluarga di luar negeri, ada sosok yang merindukan istri dan anaknya karena ia sedang mencari nafkah di gunung.
kau dan aku dengan serakah selalu ingin yang lebih, padahal orang lain kekurangan.
------------------------
Terimakasih Pak Doni, Mas Dan, Pak Nur
Perjalanan bersamamu memberikan banyak arti dan pelajaran
kalian semua adalah pahlawan sesungguhnya gunung rinjani
semoga Tuhan selalu melimpahkan rejeki dan kesehatan untuk Pak Doni dan Keluarga
Sampai bertemu dilain waktu :)
Perawakan Pak Doni tegap, kulitnya gelap, dan keriput di wajahnya mengisyaratkan bahwa usianya sudah lebih dari 40 tahun.
Pak Nur dengan senyum yang khas, kemeja kotak-kotak dan pribadinya yang misterius karena tidak banyak bicara.
Mas Dan Usianya baru 16 Tahun tapi raut mukanya terlihat tak semuda usianya, kami berpikir ah mungkin ia adalah seorang pekerja keras..
Dengan beralaskan sandal jepit Pak doni, Mas Dan, juga Pak Nur dengan mudah dan lincahnya mendaki trek-trek yang menurut kami cukup sulit, ditambah lagi dengan beban bawaan yang mereka pikul di pundak. Keren sekaligus menyedihkan. Mereka seperti Robot-robot yang telah di setting supaya tak kenal lelah, tetapi mereka memiliki hati yang sangat besar. aku kagum, sangat kagum.
porter rinjani dan porter hati. eh |
"Pak Doni, memang hobi mendaki?" tanya temanku.
"engga, kita jadi porter bukan senang daki bang dris, tapi ya faktor ekonomi aja" Jawaban pa doni menusuk-nusuk relung hati terdalam ku.
Ya, Mereka bertiga adalah sekeluarga yang tidak suka mendaki, tapi keadaanlah yang memaksa mereka untuk menjamahi kegagahan gunung rinjani tiap minggunya. Faktor ekonomi menjadi alasan mengapa mereka harus menjadi porter. Kami mendaki untuk beristirahat sejenak dari pekerjaan yang memusingkan, sedangkan porter mendaki untuk bekerja mencari nafkah anak istri. Kami mendaki untuk mencari jati diri, porter mendaki untuk mencari sesuap nasi. Benar-benar Sangat Berbanding terbalik.
team dan pak doni, pahlawan sesungguhnya |
"Kita nggak ada jaket untuk mendaki, boro-boro beli jaket, Kebeli beras aja sudah untung"
Pak doni mengisyaratkan, lebih baik kedinginan daripada anak istri kelaparan. Jleb, bagai dihunus pedang saat itu jiwaku menangis. Berpikir bahwa bodohlah aku yang kurang bersyukur dengan apa yang aku miliki.
Ketika banyak orang berlomba ingin mengganti gadget, ada orang lain membutuhkan hanya sebuah jaket gunung. Ketika banyak orang bangga meng-upload foto jalan-jalan bersama keluarga di luar negeri, ada sosok yang merindukan istri dan anaknya karena ia sedang mencari nafkah di gunung.
kau dan aku dengan serakah selalu ingin yang lebih, padahal orang lain kekurangan.
------------------------
Terimakasih Pak Doni, Mas Dan, Pak Nur
Perjalanan bersamamu memberikan banyak arti dan pelajaran
kalian semua adalah pahlawan sesungguhnya gunung rinjani
semoga Tuhan selalu melimpahkan rejeki dan kesehatan untuk Pak Doni dan Keluarga
Sampai bertemu dilain waktu :)
nb: Pak Nur dan Mas Dan tidak mau diajak foto, jadi tidak ada foto kami bersama mereka :(
0 comments:
Post a Comment